PALU, theopini.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyebutkan, maraknya Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Sulawesi Tengah (Sulteng) akibat abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan.
“Penyalahgunaan kekuasaan itu dilakukan baik oleh aparat penegak hukum dari kepolisian, maupun dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Ditjen Gakkum di Kementerian ESDM. Termasuk Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini, Gubernur Sulawesi Tengah,” ungkap Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, Dedi Askary, SH, dalam keterangan tertulisnya diterima theopini.id, Senin 10 Januari 2022.
Dia mengatakan, penyalahgunaan kekuasaan itu juga termasuk pada kebijakan buka-tutup lokasi PETI Desa Dongi-dongi Kabupaten Poso, dan Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) di Desa Salubanga dan Kayuboko.
Kemudian, Desa Buranga di Kecamatan Ampibabo yang ditutup pasca longsor di lokasi tambang emas yang mengakibatkan lima orang meninggal dunia, kini kembali beraktivitas melakukan pengerukan.
“Penertiban dan/atau penutupan PETI sekedar janji manis Gubernur Sulawesi Tengah terpilih,” tegas Dedi.
Dia mengingatkan, Gubernur Rusdy Mastura pernah menyatakan penertiban PETI yang marak di Sulawesi Tengah, akan segera dilakukan. Bahkan, hal itu sampaikan akan menjadi salah satu program prioritas Gubernur dan Wakil Gubernur kala itu.
Hanya saja, pernyataan Gubernur tidak memberikan harapan bagi masyarakat, terutama pemerhati lingkungan dan aktifis atau organisasi yang konsen dalam melakukan advokasi pertambangan serta bisnis ekstraktif tak berizin di Sulawesi Tengah, khususnya sektor pertambangan golongan strategis, yakni emas dan nikel.
“Pernyataan Gubernur Sulawesi Tengah itu disampaikan saat hadiri momentum rapat paripurna, tentang pengumuman penetapan pasangan calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah terpilih 2020, pada 1 Februari 2021,” ujarnya.
Bahkan kata dia, hingga memasuki bulan ke tujuh pasca dilantik Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Rabu, 16 Juni 2021, Gubernur Rusdy Mastura tidak memiliki skema yang jelas terkait kebijakan dan program penertiban PETI.
“Tidak terkecuali PETI di kawasan Dusun Dongi-Dongi yang konon katanya telah disepakati ditutup secara permanen. Tidak memiliki skema yang jelas,” kata dia.
Dedi mempertanyakan, seperti apa langkah dan kebijakan serta program yang hendak dilakukan kepada masyarakat yang menggantungkan kehidupannya di PETI Dongi-dongi.
Kemudian, bagaimana dengan kawasan bekas PETI Dongi-dongi, sementara aktivitas pengerukan material emas dengan cara haram di wilayah lain, masih terus terjadi.
“Seakan tanpa salah dan beban atas kegiatan ilegal tak berizin yang dilakukan sekelompok orang mengatas namakan masyarakat banyak,” ujarnya.
Aktivitas di wilayah lain tersebut, terkesan tanpa menghiraukan legalitas, serta dampak yang ditimbulkan, baik dari sisi kerusakan hutan, pencemaran sungai dan air, serta terjadinya perubahan bentang alam secara ekstrim.
Pihaknya menilai, praktek pertambangan yang hanya sekedar mengutamakan keuntungan pribadi tersebut sengaja tak terendus. Padahal, masuk kategori kejahatan lingkungan yang serius.
“Setidak-tidaknya kelembagagaan yang berwenang dalam masalah terkait maraknya PETI ini, telah melakukan pembiaran dan telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan,” tegasnya.
Laporan : Novita Ramadhan
Komentar