Indonesia Sulit Kembangbiakan Sapi Akibat Keterbatasan Lahan

Theopini.id – Sekretaris Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian (Kementan) Makmun mengatakan, Indonesia kesulitan mengembangbiakkan sapi, karena keterbatasan lahan.

Berbeda halnya dengan Australia dan Amerika Latin, yang memiliki lahan luas dan sukses dalam mengembangbiakkan ternak sapi.

“Beternak sapi ini selalu berbasis lahan. Nah, saya kira, harus kita digarisbawahi, kekuatan lahan ini menjadi sangat besar untuk mensukseskan peternakan sapi, khususnya ruminansia (hewan mamah biak) besar,” ujarnya dalam Webinar Pusat Kajian Pertanian Pangan & Advokasi (PATAKA) ke-67 bertajuk ‘Banjir Kerbau India, Kemana Sapi Lokal Kita?’, dikutip dari CNNIndonesia, Kamis 13 Januari 2022.

Apabila peternakan sapi berkembang kata dia, bukan tidak mungkin produksi daging sapi di dalam negeri bisa mencukupi kebutuhan konsumsi yang selama ini banyak diisi dari impor. Hal ini dialami Australia dan Amerika Latin, yang selalu surplus daging sapi.

“Contoh, Australia, seorang peternak bisa punya sapi hingga 100 ribu ekor. Di Amerika Latin, itu juga berbasis lahan. Bagaimana dengan kita?,” tanya Makmun.

Di Indonesia, menurutnya, lahan yang seharusnya digunakan untuk peternakan justru sering kali dialihkan untuk komoditas lain, seperti jagung.

Tak heran, berdasarkan Laporan profil peternak sapi Badan Pusat Statistik (BPS) 2017, sebanyak 63,74 persen dari peternak sapi potong, hanya memiliki 1 hingga 2 ekor sapi, untuk dikembangbiakkan dan alasannya karena keterbatasan lahan.

“Sapi akhirnya kembali ke rumah lagi, ke kandang-kadang kecil, yang pasti kepemilikannya hanya 2-3 ekor,” tuturnya.

Dia mendorong pemberdayaan lahan sawit di Tanah Air menjadi lahan peternakan sapi. Sebab, faktanya meski digabung, sapi tidak mengganggu pertumbuhan sawit.

Makmun berharap, pemilik lahan sawit atau pengelola memberikan peluang bagi para peternak sapi untuk beternak di ladang-ladang sawit.

“Jadi ini adalah kekuatan lahan yang kita miliki sekarang, dengan 16 juta hektare (ha), saya kira maksimal 20 persen saja kita sudah (bisa) mensubstitusi impor (daging sapi) 100 persen,” tandasnya.***


Komentar