PARIMO, theopini.id – Tak ada satupun yang dapat menolak musibah, datang tanpa memberikan peringatan, dan pergi membawa duka. Seperti musibah banjir di tiga desa di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Musibah banjir yang terjadi pada Kamis malam, 19 Mei 2022, sekitar pukul 18.30 WITA tersebut, mengakibatkan 236 Kepala Keluarga (KK) di Desa Olaya, Desa Air Panas dan Desa Kayuboko terdampak.
Banjir yang terjadi akibat luapan air sungai itu, merendam ratusan rumah, harga benda hingga merusak tanaman di perkebunan warga, dan membuat para korban terpaksa mengungsi ke tempat pengungsian, hingga ke keluarga terdekat yang tak terdampak banjir.
Baca Juga : 3 Desa di Parimo Terendam Banjir, Warga Duga Akibat Aktivitas PETI
Hal itu yang dialami Sahlan, warga Dusun I Desa Air Panas, Kecamatan Parigi Barat. Sahlan satu dari 65 KK di desanya yang terdampak banjir.
Pria paruh baya dikenal sebagai Ketua Adat di desanya itu, tinggal di lokasi perkebunan bersama dengan empat kepala keluarga lainnya. Mereka tidak lain adalah keluarga Sahlan, terdiri dari mertua, saudara hingga anak-anaknya yang telah berkeluarga.
Kepada saya, Pak Sahlan bercerita, tak pernah menduga banjir lagi-lagi menimpah desanya. Ia mengaku, musibah banjir kali inilah yang paling terberat dirasakannya, sebab tepat tujuh hari jelang pernikahan anak lelakinya, bernama Hendra.
“Hendra, akan menikah pada 27 Mei 2022. Banjir menghanyutkan dua karung beras, tumpukan kayu api dan menghancurkan dapur darurat yang sudah kami bangun, untuk tempat mengolah makanan perta,” kata Pak Sahlan, kepada saya, Jum’at, 2 Mei 2022.
Dia pun terpaksa harus mengungsi ke rumah salah satu anaknya, yang tinggal di Dusun II di desa yang sama. Mengingat cuaca yang tak menentu, membuatnya khawatir banjir akan kembali terjadi sewaktu-waktu.
“Kami akan tinggal sementara di sana dulu (rumah anaknya). Biar rumah ini dibersihkan dulu, dan diperbaiki yang rusak-rusak,” ucapnya.
Bisa dipastikan setiap peristiwa banjir terjadi, rumah Pak Sahlan menjadi lokasi terparah terdampak, karena tak jauh dari bantaran sungai yang sering meluap.
“Dulu saya memilih tinggal di sini, biar dekat dengan kebun. Banjir tidak pernah datang, karena kondisi sungai tidak dangkal seperti saat ini. Makanya saya membangun rumah permanen, bukan pondok peristrahatan,” ungkapnya.
Dia menduga, banjir mulai terjadi beberapa tahun belakangan, karena aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko, yang bersebelahan dengan desanya.
Akibat aktivitas ilegal itu, sungai di desanya mulai dangkal. Sebab, endapan material pasir hasil olahan tambang emas.
“Kebun saya mulai dilalui air, jika sungai meluap. Arahnya dari depan, mengalir hingga masuk ke rumah. Padahal dulu tidak seperti ini. Makanya puluhan tanaman durian dan kelapa saya juga ikut mati,” ujarnya.
Rasa kesal kerap menghampirinya bila musibah banjir itu datang, dan ingin ia luapkan kepada warga di desa tetangganya, karena menyetujui pembukaan aktivitas tambang ilegel tersebut.
Namun, sebagai masyarakat kecil, Pak Sahlan tak dapat berbuat banyak, berharap pemerintah dapat segera memberikan solusi atas penderitaan warga yang terkena dampak dari aktivitas tambang emas ilegal.
“Saya mau marah, kemana? Warga disini juga sudah sampaikan ke pemerintah desa sebelah, bagimana dengan kondisi desa kami, tapi tidak menghentikan tambang,” ujarnya.
Baca Juga : Solusi Banjir di Parimo, Wabup Badrun: Penutupan Aktivitas PETI
Saya yang mendengarkan cerita Pak Sahlan sangat prihatin dengan kondisi warga di Desa Air Panas, dan Desa Olaya yang terdampak banjir.
Meskipun musibah banjir merupakan kehendak Allah SWT, namun aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko, patut diduga merupakan salah satu penyebabnya.
Berharap, pemerintah dan aparat penegak hukum, dapat segera menertibkan aktivitas tambang emas ilegal di Desa Kayuboko. Sehingga, tidak ada lagi warga yang kehilangan kebahagiannya, karena bencana banjir.***
Komentar