Bima Arya: Daerah Butuh Pemimpin Hijau, Bukan Sekadar Anggaran Seremonial

JAKARTA, theopini.idWakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menekankan, perlunya kepemimpinan hijau (green leadership) di tingkat pemerintah daerah untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang kian mendesak.

Menurutnya, penanganan krisis iklim tidak cukup hanya dengan alokasi anggaran, tetapi juga memerlukan keberanian politik, perubahan budaya birokrasi, dan aksi nyata yang konsisten.

Baca Juga: Wamendagri Bima Arya Pacu Provinsi Bali Maksimalkan Pengelolaan Sampah

“Sekali lagi Bapak-Ibu sekalian, ini bukan sekadar mendukung buat event setiap momentum peringatan. Bukan juga sekadar mengalokasikan sedikit [anggaran] supaya terlihat dari Kemendagri, tetapi ini adalah tentang Green Leadership, membangun model kepemimpinan hijau,” ujar Bima saat berbicara dalam Konferensi Nasional Pendanaan Ekologis 2025 di Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.

Bima menyampaikan keprihatinannya terhadap dampak perubahan iklim yang semakin ekstrem. Ia mengutip pernyataan Sekjen PBB yang menyebut dunia telah beralih dari “global warming” ke “global boiling,” sebuah istilah yang menegaskan bahwa situasi saat ini sudah sangat genting.

“Global warming to global boiling. Nah, Bapak-Ibu sekalian kita mau ngapain dalam konteks ini. Angka-angkanya itu betul-betul membuat kita harusnya punya awareness yang sama kuat dengan para aktivis-aktivis global,” ujarnya.

Ia mencontohkan bagaimana gerakan anak muda seperti Greta Thunberg di dunia internasional, dan kelompok Pandawara di Indonesia menunjukkan kegelisahan generasi baru terhadap kelambanan para pemimpin dalam merespons isu lingkungan. Menurutnya, kritik-kritik seperti itu seharusnya menjadi alarm bagi para pengambil kebijakan.

Lebih jauh, ia menyampaikan, komitmen terhadap lingkungan tidak bisa berhenti pada agenda seremonial semata, seperti Earth Hour atau Car Free Day.

“Menyelenggarakan Earth Hour ini bukannya sebatas event. Ini bukan hanya soal balai kota mati lampu dan ada lilin, enggak. Tapi pesannya yang sangat kuat harus ada konsistensi dalam bentuk kebijakan,” katanya.

Ia juga mengingatkan, bila Indonesia masih mempertahankan pola pembangunan ekonomi yang lama tanpa transformasi ekologis, maka cita-cita Indonesia Emas 2045 akan sulit dicapai.

“Kalau ekonomi pembangunan kita business as usual, modelnya sama saja, hilirisasi energi enggak ada, carbon trading kita enggak paham, maka kita enggak akan bisa Indonesia Emas tahun 2045,” ungkapnya.

Ia pun mendorong DPRD dan kepala daerah agar tidak ragu mengetuk palu anggaran yang berpihak pada keberlanjutan.

Baca Juga: Wamendagri Bima Arya Tekankan Pentingnya Efisiensi dalam Pengelolaan APBD

Dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD), kata Bima, pemerintah pusat bisa memantau sejauh mana komitmen daerah terhadap pendanaan dan kebijakan lingkungan.

Sebagai bentuk apresiasi atas komitmen tersebut, dalam kesempatan itu Bima menyerahkan Penganugerahan Ecological Fiscal Transfer (EFT) kepada tujuh pemerintah daerah, yaitu Provinsi Kalimantan Utara, Kabupaten Bulungan, Kabupaten Siak, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Maros, dan Kota Sabang.

Baca berita lainnya di Google News

Komentar