PARIMO, theopini.id – Fraksi Keadilan Rakyat (gabungan PKS–Hanura) DPRD Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) mengeluarkan surat pernyataan sikap menanggapi usulan dan rekomendasi Wilayah Pertambangan (WP) serta Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang diajukan bupati kepada Gubernur Sulawesi Tengah melalui surat bernomor 600.3.1.1/4468/DIS.PUPRP.
Dalam pernyataannya, fraksi menyampaikan tiga poin sikap. Pertama, meminta Bupati Parigi Moutong menarik kembali seluruh usulan dan rekomendasi WPR dari pemerintah provinsi dan Kementerian ESDM.
Baca Juga: Komisi III DPRD Parimo Rekomendasikan Penarikan Usulan WP dan WPR
Kedua, meminta agar pengusulan WPR dilakukan kembali setelah revisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) rampung.
Ketiga, meminta Bupati Parimo menyampaikan permintaan maaf kepada DPRD karena telah mengambil kebijakan strategis tanpa konsultasi atau persetujuan lembaga legislatif.
Ketua Fraksi Keadilan Rakyat, Mohamad Fadli, menilai usulan dan rekomendasi WP dan WPR yang ditandatangani Bupati Erwin Burase tidak sesuai mekanisme.
Menurutnya, kebijakan tersebut tidak melibatkan DPRD, tidak melalui kajian dan analisis mendalam, serta tidak disertai uji publik.
“Apa dasar yang digunakan Dinas PUPRP untuk menetapkan 16 titik, atau bahkan 53 titik sebagaimana tertulis dalam surat? Itu tidak melalui analisis dan kajian sebagaimana mestinya,” ujar Fadli saat ditemui di ruang Komisi II DPRD, Rabu, 8 Oktober 2025.
Ia menegaskan, sebelum kebijakan seperti ini diambil, seharusnya dilakukan uji publik untuk meminta masukan masyarakat, bukan hanya berdasarkan usulan sekelompok orang atau kepala desa.
“Bukan semata-mata atas dasar keinginan sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat atau kepala desa. Pemda juga belum menjelaskan siapa sebenarnya yang mewakili masyarakat dalam usulan itu,” tegasnya.
Fadli menilai, DPRD Parimo adalah lembaga sejajar yang semestinya dilibatkan dalam setiap kebijakan strategis daerah.
“Kami ini mitra pemerintah daerah. Mestinya dilibatkan dalam kebijakan yang berdampak luas bagi masyarakat. Harus ada konsultasi dan persetujuan DPRD sebelum pengusulan dilakukan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga mempertanyakan alasan pemerintah daerah belum melakukan revisi Perda RTRW yang sudah mendesak sejak 2024.
“Kami sudah mendesak sejak tahun lalu agar revisi RTRW segera diajukan, tapi belum dilakukan. Padahal seharusnya pengusulan WP dan WPR didasarkan pada perda yang telah direvisi,” katanya.
Ia menyayangkan langkah pemerintah daerah yang justru lebih dulu mengajukan usulan WP, dan WPR ke pemerintah pusat dengan jumlah 53 titik.
“Lebih dari separuh wilayah kita diusulkan. Ini bisa menimbulkan konflik agraria karena berpotensi mencakup lahan perkebunan, pertanian, bahkan pemukiman,” ujarnya.
Fadli juga menyoroti dugaan penambahan titik lokasi dari 16 menjadi 53 tanpa sepengetahuan bupati.
Baca Juga: Jejak Dugaan Campur Tangan di Balik Usulan Wilayah Tambang Parimo
“Bagaimana mungkin kebijakan bupati bisa disalahgunakan oleh pihak tertentu hingga menambah titik lokasi dan menimbulkan keresahan masyarakat? Ini kejadian luar biasa,” ucapnya.
Ia menutup dengan menegaskan bahwa Fraksi Keadilan Rakyat sepakat mengeluarkan sikap resmi sebagai bentuk peringatan bagi pemerintah daerah agar lebih hati-hati.
“Kami berharap ini menjadi perhatian serius bagi kepala daerah dan jajarannya untuk taat mekanisme serta menghargai lembaga perwakilan rakyat,” pungkasnya.
Baca berita lainnya di Google News
Komentar