PALU, theopini.id – Upaya memperkuat budaya literasi anak sekaligus melestarikan bahasa daerah terus digencarkan Balai Bahasa Provinsi Sulawesi Tengah.
Salah satunya, melalui penerbitan buku cerita anak dwibahasa yang melibatkan 35 penulis dari berbagai kabupaten/kota, termasuk tiga penulis asal Kabupaten Parigi Moutong (Parimo).
Baca Juga: Disdikbud Banggai Gelar Workshop Penulisan Cerita Rakyat
Kegiatan diseminasi karya tersebut digelar di Kota Palu, Jum’at, 24 Oktober 2025. Dalam kesempatan itu, Balai Bahasa juga menyerahkan 37 surat hak cipta sebagai bentuk apresiasi terhadap karya orisinal para penulis, dan penerjemah yang telah berkontribusi dalam pengembangan literasi berbasis kearifan lokal.
Tiga penulis asal Kabupaten Parimo yang terlibat tahun ini, masing-masing adalah Syilva Muslimah, Nur Asma, dan Widad Zahira. Mereka menulis empat judul buku, mengangkat nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat Sulawesi Tengah.
Syilva Muslimah menulis dua buku berjudul Tari Tara Naeka (Tari Tidak Takut) dan Warna-Warni Festival Teluk Tomini, dalam bahasa daerah Kaili Tara dan Bahasa Indonesia. Ia mengakui, proses penulisan tahun ini lebih menantang karena ditujukan bagi pembaca jenjang C atau usia 10–12 tahun.
“Buku jenjang C memiliki halaman yang lebih banyak dan kalimat yang lebih panjang serta kompleks. Konflik cerita juga harus lebih menantang agar pembaca dapat berpikir kritis,” ujar Syilva, ditemui di Parigi, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Selain menulis dua naskah sekaligus, Syilva juga menyebut pengawalan dari Balai Bahasa sangat ketat, mulai dari proses penyusunan cerita hingga pemeriksaan ilustrasi.
“Balai Bahasa sangat ketat mengawal proses penulisan untuk menjamin kualitas buku yang terbit. Saya juga harus membaca ulang berulang kali agar tidak ada kesalahan teks dan ilustrasi,” jelasnya.
Sementara itu, dua penulis Kabupaten Parimo lainnya, Nur Asma dan Widad Zahira, turut menulis dalam bahasa Kaili Rai. Nur Asma menulis Suraya Gie Poana i Yojo (Piring Lidi Anyaman Yojo), sedangkan Widad Zahira menulis Misteri Vayo Nalipo (Misteri Bayangan yang Hilang).
Menurut Syilva, keterlibatan penulis daerah dalam proyek literasi ini menjadi langkah penting untuk memperkenalkan kearifan lokal kepada anak-anak, sekaligus melestarikan bahasa daerah yang mulai jarang digunakan.
“Kami ingin karya ini dibaca luas oleh anak-anak, dan menjadi cara untuk menumbuhkan kecintaan pada literasi serta pelestarian bahasa daerah di Sulawesi Tengah,” tuturnya.
Baca Juga: 16 Buku Karya Anak Parimo Dilaunching pada Momen Hardiknas
Buku-buku yang dihasilkan Balai Bahasa Sulawesi Tengah tahun ini, mengusung tema kearifan lokal yang dipadukan dengan pendekatan Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics (STEAM).
Harapannya, karya tersebut tidak hanya menghibur, tetapi juga mampu membangun imajinasi, karakter, dan kecintaan anak terhadap budaya serta literasi sejak dini.
Baca berita lainnya di Google News








Komentar