Kejati Sulteng Ajukan Tuntutan Empat Perkara Dihentikan Lewat Restorative Justice

PALU, theopini.idKejaksaan Tinggi (Kejeti) Sulawesi Tengah (Sulteng), mengajukan penghentian penuntutan terhadap empat perkara lewat restorative justice.

Permohonan penghentian tuntutan perkara ini, berasal dari Kejaksaan Negeri (Kejati) Palu, dan Kejati Donggala.

Baca Juga: Menantu Aniaya Mertua di Parimo Bebas Berkat Restorative Justice

Ekspos permohonan penghentian tuntutan tersebut, dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Tengah, Bambang Hariyanto didampingi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati), Yudi Triadi, disaksikan Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda, Jampidum Kejagung RI, Nanang Ibrahim Soleh, secara virtual, Selasa, 2 Juni 2024.

Adapun berkas perkara yang diajukan penghentian penuntutannya berdasarkan Restorative Justice, dari Kejari Palu, yakni:

1. Tersangka Abdillah Nasir Al Amri melanggar pasal 367 Ayat (2) KUHP; Selanjutnya

2. Tersangka Mohammad Fahrul Amir Alias Ojo melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHP

3. Tersangka Faozan Alias Ozan melanggar pasal 44 Ayat (1) UU RI No 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan KDRT

“Kemudian, dari Kejari Donggala, tersengka Mohammad suhud melanggar pasal 310 Ayat (4) UU RI No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ),” ungkap Kajari Bambang Hariyanto.

Ia mengatakan, alasan dilakukan permohonan penghentian penuntutan terhadap para tersangka, di antarannya karena korban masih saudara kandung.

Kemudian, rata-rata para tersangka baru pertama kali melakukan pelanggaran hukum, tindak pidana hanya diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900.

“Tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan. Ada juga akibat dari tindakan tersebut, tidak lebih dari Rp 4.700.000,-,” bebernya.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Kabulkan Delapan Permohonan Restorative Justice

Bambang menyebut, seluruhnya persyaratan berdasarkan keadilan restoratif dianggap telah memenuhi syarat, sebagaimana diatur dalam pasal 5 Peraturan Kejaksaan RI, Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.

“Atas dasar itu, JAMPIDUM menyetujui seluruh perkara tersebut, untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” pungkasnya.