JAKARTA, theopini.id – Tim kuasa hukum pasangan calon nomor urut 4, Erwin Burase dan Abdul Sahid yakin Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan menolak permohonan sengke Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diajukan Pasangan Calon (Paslon) nomor urut 3, M Nizar Rahmatu dan Ardi Kadir.
Keyakinan ini, didasari proses Pilkada Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah yang telah berjalan sesuai ketentuan hukum berlaku.
Baca Juga: Kapolres Banggai Imbau Masyarakat Jaga Keamanan Jelang Putusan MK Pilkada 2024
“Berdasarkan fakta persidangan, maka kami sangat yakin Mahkamah Konstitusi akan menolak permohonan mereka (Nizar-Ardi),” kata Idrul Wahid, SH, MH selaku Kuasa Hukum Erwin-Sahid di Jakarta, Rabu, 12 Februari 2025.
Mengenai keyakinan pihak Paslon Nizar-Ardi yang optimis permohonannya akan dikabulkan MK, Idrul menanggapi datar.
“Biarkan mereka bahagia dengan optimismenya, itu tidak masalah buat kami. Itu optimisme semu dan kebahagiaan yang dipaksakan. Yah, mungkin mereka sedang mengigau,” kata Idrul.
Ia menyebut, pihaknya tidak perlu memberikan penjelasan lebih panjang tentang proses persidangan.
Sebab, banyak masyarakat Kabupaten Parimo yang sudah menyaksikannya secara langsung melalui Livestreaming Youtube, Selasa 11 Februari 2025.
“Saya yakin bagi orang yang paham, sudah bisa menilai kualitas keterangan yang disampaikan saksi ahli masing-masing,” ujarnya.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan terkait perselisihan hasil Pilkada Parimo, Selasa 11 Februari 2025.
Sidang ini, mengagendakan pemeriksaan saksi dan ahli untuk perkara Nomor 75/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang diajukan oleh pasangan calon nomor urut 3, M Nizar Rahmatu dan Ardi Kadir.
Pada sidang ini, hadir sebagai saksi ahli pihak terkait (Paslon Nomor 4), Profesor Aswanto, SH, mantan Wakil Ketua MK. Dia memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran dalam proses pemilihan.
Selain itu, Dr Abdullah Iskandar juga dihadirkan sebagai ahli oleh pemohon, yang menyoroti dugaan pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang dinilai mempengaruhi hasil pemilihan.
Ia menekankan pentingnya masa jeda lima tahun bagi calon bupati yang pernah menjadi terpidana, dihitung sejak putusan hakim berkekuatan hukum tetap dibacakan.
Menanggapi itu, Pihak Termohon (KPU) menghadirkan Dr Muhammad Syaiful Aries, SH dari Universitas Airlangga Surabaya sebagai saksi ahli membantah tudingan tersebut.
Ia menegaskan, keputusan KPU untuk tidak mengajukan kasasi sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Sidang ini menjadi sorotan publik, mengingat pentingnya penegakan hukum dan keadilan dalam proses demokrasi di Indonesia.
Masyarakat menantikan putusan MK yang diharapkan dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum terkait hasil Pilkada Kabupaten Parimo.
Sementara, Profesor Aswanto menegaskan sengketa hasil Pilkada harus berfokus pada aspek yang dapat dibuktikan secara hukum.
Terutama, mengenai selisih perolehan suara dan dugaan pelanggaran yang bersifat TSM.
Ia menjelaskan, berdasarkan praktik konstitusional, Mahkamah Konstitusi memiliki batasan dalam menangani sengketa hasil, yaitu hanya berwenang memeriksa sengketa yang memenuhi ambang batas selisih suara sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Lebih lanjut, Profesor Aswanto menyoroti dalam kasus yang diajukan pemohon, argumentasi terkait dugaan kecurangan harus didukung oleh bukti yang kuat dan relevan.
Ia menekankan, pelanggaran administratif atau etik dalam proses pemilihan bukan serta-merta menjadi dasar untuk membatalkan hasil Pemilu, kecuali terbukti berdampak signifikan terhadap hasil akhir pemilihan.
Terkait dengan argumentasi dari pihak pemohon melalui saksi ahlinya, Abdullah Iskandar, yang menyoroti dugaan pelanggaran prosedural dan administrasi, Aswanto berpendapat setiap keberatan terkait pelanggaran tersebut seharusnya terlebih dahulu diselesaikan melalui mekanisme yang disediakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) atau lembaga terkait lainnya, sebelum diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam sesi tanya jawab dengan majelis hakim dan tim kuasa hukum, Aswanto juga menjelaskan preseden dalam putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilkada sebelumnya.
Ia menegaskan, beban pembuktian dalam sengketa hasil pemilihan berada di pihak pemohon, dan Mahkamah Konstitusi tidak dapat serta-merta membatalkan hasil pemilihan tanpa adanya bukti konkret yang menunjukkan adanya pengaruh signifikan terhadap perolehan suara.
Ia mengungkapkan, perolehan suara Paslon Erwin-Sahid yang ditetapkan KPU Parimo sebanyak 81.129 suara. Sedangkan perolehan suara Paslon Nomor urut 3, Nizar-Ardi sebanyak 62.872 suara.
Selisih suara antara Paslon Erwin-Sahid sebagai peraih suara terbanyak dengan Paslon Nizar-Ardi cukup signifikan, yakni 8 persen lebih.
Maka secara hukum, kata dia, permohonan pemohon di dalam perkara a quo tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1) huruf a UU Pemilihan.
Sebab, selisih perolehan suara antara Pemohon dengan pasangan calon peraih suara terbanyak adalah lebih dari 1,5 persen dari total suara sah.
Sebagai ahli, ia memahami ada beberapa Putusan MK yang menunda pemberlakuan ambang batas pengajuan permohonan dalam sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah.
Namun yang perlu dicermati, alasan-alasan yang menjadi dasar Mahkamah Konstitusi menunda pemberlakuan pasal ambang batas dimaksud adalah adanya kejadian-kejadian khusus yang berimplikasi pada perolehan suara.
“Berdasarkan pencermatan kami, tidak ada kejadian khusus dalam Pilkada Kabupaten Parigi Moutong. Dengan demikian alasan penundaan ambang batas oleh Pemohon tidak berdasar atau gugur, dengan kata lain, tidak ada kendala bagi Majelis Hakim Yang Mulia untuk menerapkan Norma Pasal 158 UU No.10 Tahun 2016 tentang ambang batas,” jelasnya,
Ia menyatakan, Paslon yang berhadapan dengan masalah hukum bukan pemenang. Satu prinsip atau azas dalam hukum, kesalahan orang lain tidak boleh dibebankan kepada orang lain.
“Pihak terkait (Paslon Nomro 4), tidak ada salahnya. Dia sudah dipilih. Dia sudah mengeluarkan energi yang cukup besar, lalu dia mau dihukum karena kesalahan orang lain. Itu perlu dipertimbangkan Yang Mulia,” tegasnya.
Sidang tersebut dihadiri oleh tim kuasa hukum pasangan Erwin Burase-Abdul Sahid yaitu Andi Syukri Syahrir SH, Idrul Wahid, SH, MH, Idrus SH dan Mohammad Rafli SH, pihak pemohon dan kuasa hukumnya, Joshua Viktor Nainggolan SH, Kuasa Hukum Pemohon, Nasrul Jamaludin SH serta Komisioner Bawaslu Parigi Moutong.
Baca Juga: Gubernur Sulteng Hadiri Rapat Pleno Penetapan Calon Kepala Daerah Terpilih Hasil Pilkada 2024
Perdebatan antara saksi ahli dari kedua belah pihak menjadi bagian penting dalam menggali aspek hukum dan fakta terkait perselisihan hasil Pilkada ini.
Sidang ditutup dengan agenda mendengarkan kesimpulan dari masing-masing pihak sebelum Mahkamah Konstitusi mengambil keputusan atas perkara tersebut.
Komentar