Proyek Pipa Gas Senoro Selatan Disorot, Aktivis Desak Evaluasi dan Penghentian Sementara

BANGGAI, theopini.id Proyek penggelaran pipa gas Senoro Selatan milik Joint Operating Body (JOB) Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi, kembali menuai sorotan tajam.

Warga dan aktivis lingkungan di Kecamatan Batui Selatan, Kabupaten Banggai, mendesak evaluasi menyeluruh terhadap dampak proyek yang dinilai merusak lingkungan dan mengganggu kehidupan masyarakat lokal.

Aulia Hakim, aktivis lingkungan asal Batui sekaligus pendiri Rasera Project, menyampaikan kekhawatirannya atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas penggalian pipa di wilayah tersebut.

Baca Juga: Pemda Banggai Bahas Langkah Penyelesaian Tanah Proyek Senoro Selatan

“Saya menduga aktivitas galian pipa ini sangat merusak lingkungan, khususnya saluran irigasi, tanggul di bibir sungai, dan terutama jalan tani warga Batui Selatan,” ujar Aulia, Sabtu, 25 Oktober 2025.

Menurutnya, kerusakan paling mencolok terjadi pada jaringan irigasi pertanian yang menjadi sumber utama pengairan sawah warga.

Akibatnya, sejumlah petani mulai mengeluhkan kesulitan air dan penurunan hasil panen. Selain itu, jalan-jalan tani yang menjadi akses vital bagi aktivitas pertanian kini rusak parah akibat lalu lintas alat berat proyek.

“Proyek ini bukan hanya soal pipa gas, tapi soal keberlanjutan hidup masyarakat. Kalau lingkungan rusak, petani kehilangan hasil, dan jalan rusak, siapa yang tanggung jawab?” tegas Aulia.

Proyek penggelaran pipa Senoro Selatan merupakan bagian dari pengembangan lapangan gas alam oleh JOB Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi.

Pekerjaan lapangan ini, dilaksanakan oleh subkontraktor KSO Timas–Pratiwi, yang bertanggung jawab atas proses instalasi dan penggalian pipa di sepanjang jalur proyek.

Namun, Aulia menilai pelaksanaan proyek tidak sesuai dengan komitmen awal perusahaan. Dalam sosialisasi sebelumnya, pihak perusahaan disebut menjanjikan penggunaan metode pengeboran horizontal (horizontal directional drilling) untuk meminimalkan kerusakan permukaan tanah dan ekosistem sekitar. Kenyataannya, metode yang digunakan justru berupa penggalian terbuka.

“Dalam sosialisasi mereka menjanjikan metode bor dalam tanah untuk menghindari kerusakan di permukaan. Tapi faktanya sekarang justru dilakukan penggalian terbuka. Ini jelas bentuk pengingkaran terhadap komitmen yang pernah disampaikan,” ujarnya.

Aulia mendesak agar pihak JOB Tomori dan KSO Timas–Pratiwi segera menghentikan aktivitas yang dinilai merusak, serta melakukan evaluasi menyeluruh terhadap dampak lingkungan yang telah terjadi.

Ia juga meminta, pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk segera turun tangan dan meninjau langsung kondisi di lapangan.

Baca Juga: Pansus DPRD Parimo Soroti Dugaan Proyek Faskes Bermasalah

“Pemerintah jangan tutup mata. Ini menyangkut keberlangsungan hidup petani dan keseimbangan lingkungan Batui. Kalau dibiarkan, dampaknya bisa lebih parah,” tandasnya.

Hingga berita ini diterbitkan, pihak JOB Pertamina–Medco E&P Tomori Sulawesi maupun KSO Timas–Pratiwi belum memberikan tanggapan resmi atas tudingan tersebut.

Baca berita lainnya di Google News

Komentar