Theopini.id – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri menjerat lima tersangka kasus investasi bodong melalui robot trading, dengan pidana berlapir.
“Tersangka berinisial AD, AMA, AK, D, DES dan MS kami jerat dengan pasal pidana berlapis,” ungkap Dirtipideksus Bareskrim Brigjen Whisnu Hermawan, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Rabu, 19 Januari 2022.
Menurutnya, para tersangka dijerat dengan Pasal 105 dan atau Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan atau Pasal 3 dan atau Pasal 4 dan atau Pasal 5 dan atau Pasal 6 Jo Pasal 10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Polri kata dia, menetapkan enam tersangka dalam kasus investasi bodong melalui robot trading dengan skema ponzi bernama Evotrade.
“Perusahaaan ini menjual aplikasi robot trading tanpa izin bahkan dalam melaksanakan kegiatannya menggunakan sistem ponzi atau piramida, member get member. Jadi bukan barang dijual tapi sistemnya,” kata dia.
Whisnu menyebut, pengguna aplikasi tersebut berjumlah 3.000 orang dan tersebar disejumlah wilayah.
“Ada 3.000 yang tersebar di wilayah Jakarta, Bali, Surabaya, Malang, Aceh,” jelas Whisnu.
Adapun dari total enam tersangka, dua orang masih menjadi buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO).
Kasubdit V Dirtipideksus, Kombes Ma’mun mengatakan, polisi masih terus mengejar dua tersangka yang menjadi buron. Keduanya berinisial ADA dan AMA. “Inilah otak-otaknya di atas mereka yang menggerakkan daripada robot trading tadi. Yang lainnya sebetulnya cuma sebagai pembantunya saja,” kata Ma’mun.
Selanjutnya, ada dua tersangka inisial A dan D yang sudah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. A berperan menyusun daftar nama dan D sebagai pemilik rekening penampungan. Sedangkan dua tersangka lainnya, AKA dan A, sudah ditetapkan tersangka namun tidak ditahan karena pertimbangan alasan kemanusiaan.
Ma’mun menjelaskan, AKA diketahui sebagai direktur utama perusahaan Evotrading tersebut, namun ia sama sekali tidak mengerti dengan sistem investasi ilegal itu.
Sementara itu, A merupakan tukang pengumpul KTP yang hanya menjadi orang suruhan dari para otak penipuan.
“(AKA) namanya cuma dicatut dipinjam ktpnya dijadikan direktur utama perusahaan. Yang satu itu (A) yang nyari KTP. sama dia juga cuma terima uang 500 ribu lah, digaji pun tidak tiap bulan. Jadi aspek kemanusiaan kita wajibkan lapor,” jelasnya.***
Komentar