PARIMO, theopini.id – Oknum Anggota Legislatif (Anleg) DPRD Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, Paulus Pasodung terkesan enggan mengomentari, soal denda adat yang disebut-sebut masih belum diselesaikan.
Terbukti, saat media ini menghubungi kader Partai Perindo itu, via telpon genggamnya (0813-4100-XXXX), untuk meminta tanggapan dan penjelasannya, Paulus Pasodung seakan tak ingin memberikan jawaban.
Meskipun telpon sempat terhubung, namun sang Anleg tak berbicara dan memilih diam. Kemudian, theopini.id, kembali mencoba menghubungi Paulus Pasodung via chat WhatsApp yang saat terlihat sedang online.
Lagi-lagi, tak mendapatkan balasan dari sang Anleg. Bahkan, Paulus Pasodung diduga langsung memblokir nomor yang digunakan theopini.id saat menghubunginya.
Diketahui, total denda adat berdasarkan keputusan sidang lembaga adat Patanggota di kerajaan Parigi sebesar Rp30 juta. Paulus Pasodung dijatuhi sanksi adat usai melakukan pelanggaran berat, atas laporan pelanggaran asusila pada 2019.
“Sanksi adat yang diberikan kepada yang bersangkutan adalah denda yang dinilai dalam jumlah uang sebesar Rp 30 juta. Saat itu, putusan sidang adat disampaikan secara lisan serta ada juga yang tertulis dan masih kami simpan hingga saat ini,” ungkap Maradika Malolo (Raja Muda) di Kerajaan Parigi, Muhammad Awalunsyah Passau, BA, yang memimpin sidang kala itu.
Abaikan Sanksi Adat, Tindakan Oknum Anleg Terkesan Lecehkan Lembaga Adat
Sementara itu, Wakil Ketua Himpunan Pemuda Alkhaairat (HPA) Kabupaten Parimo, Sarip Tobasa mengaku, sangat menyayangkan tindakan Paulus Pasodung . Ia menilai, sikap mengabaikan sanski adat Lembaga Adat Patanggota selama kurang lebih dua tahun lamanya, merupakan bentuk pelecehan.
“Saat sidang Lembaga Adat yang digelar di salah satu hotel di Kota Parigi, saya adalah orang yang diutus untuk menjemput Paulus Pasodung di kantor DPRD Parimo,” ungkap Sarip.
Dia mengaku, sedikitnya mengetahui persesi pelanggaran adat yang dilakukan Paulus Pasodung . Ia menuturkan, sang Anleg terpaksa dijemput karena telah dua kali mengabaikan undangan sidang Lembaga Adat Patanggota.
Bahkan, ketika dijemput sang Anleg sempat menolak, dan menyatakan bahwa dia juga memiliki adatnya sendiri. Akhirnya, terjadi perdebatan yang berujung penyelesaian di ruang kerja Ketua DPRD Parimo, Sayutin Budianto.
“Paulus bilang waktu itu kalau dia juga punya adat. Jadi saya jawab, jika saya yang juga orang Palopo, punya adat. Tapi karena kita tinggal di Parigi, maka kita harus hargai adat di sini,” tuturnya menambahkan.
Pada pertemuan di ruang kerja Ketua DPRD waktu itu, Sayutin pun menyarankan Paulus Pasodung untuk menyelesaikan persoalan itu sebagai seorang laki-laki.
“Akhirnya Paulus Pasodung mau menuju lokasi pelaksanaan sidang adat, dibawa pengawalan saya,” ujarnya.
Sarip secara tegas meminta Partai Perindo untuk memberikan sanksi pemberhentian kepada Paulus Pasodung. Sebab, pelanggaran adat yang dilakukannya merupakan tindakan asusila, dan melanggar norma-norma yang telah ditetapkan.
Bahkan, Paulus Pasodung dianggap Anleg yang tidak memegang komitmen, karena mengabaikan denda adat, serta dikhawatirkan tidak dapat mengawal aspirasi masyarakat.
“Badan Kehormatan DPRD Parimo, juga harus segera tindaklajuti persoalan ini. Jangan dibiarkan Anleg-nya melakukan tindakan seolah-olah melecehkan Lembaga Adat,” tegasnya.
Dia pun berjanji akan mengundang semua pemuda adat Kabupaten Parimo, menggelar aksi di DPRD setempat, untuk menghentikan Paulus Pasodung dari jabatannya. Jika persoalan ini tidak segera disikapi, baik Partai pengusung maupun BK.
“Jangan main-main soal hukum adat, ini sama status hukumnya dengan sanksi hukum peradilan negara. Persoalan ini harus ditindak secara tegas,” pungkas Sarip.
Komentar