Kesedihan Anas yang Kehilangan Istri dan Anaknya Akibat Banjir Torue

PARIMO, theopini.id – Musibah banjir bandang di Desa Torue, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah yang terjadi secara tiba-tiba pada Kamis malam, 28 Juli 2022, menyisakan kesedihan dan luka mendalam bagi warga setempat.

Khususnya, bagi warga yang anggota keluarganya meninggal dunia, dan masih dinyatakan hilang hingga saat ini, karena hanyut terseret banjir.

Seperti halnya, Pak Anas Abu, warga Dusun II Desa Torue, yang saya temui di pengungsian Masjid Al Ikhlas, belum lama ini.

Pak Anas merupakan suami Sukasi (35) dan ayah dari Hafifa (2), dua dari empat korban yang dinyatakan hilang sejak Kamis malam, pasca bencana banjir terjadi.

Baca Juga : Basarnas Palu Perpanjangan Waktu Pencarian Korban Banjir Torue

Luka mendalam hingga penyesalan sangat dirasakan pria berusia 41 tahun itu, karena ketika peristiwa banjir terjadi, ia tak bersama istri dan anaknya.

“Jam 5 sore, saya turun memancing ke laut. Saya tidak bersama mereka saat bencana itu terjadi,” ucap Pak Anas sapaa akrabya, yang sehari-hari berprofesi sebagai nelayan, mengawali ceritanya.

Ia yang meninggalkan istri dan anaknya di hari naas tersebut, tak merasakan firasat apapun. Bahkan, sang istri lah yang memintanya untuk segera memancing mencari ikan, agar mendapatkan tambahan biaya hidup sehari-hari.

“Dia (istrinya) yang meminta saya turun (mancing). Karena saya sudah dua hari tidak turun ke laut,” kata dia.

Bekal makanan untuknya memancing pun disiapkan. Selain itu, sang istri dan anaknya, mengantar Pak Anas ke perahu yang digunakannya untuk menunju ke lokasi pemancinang.

Setelah berada di tengah lautan, rasa ke khawatiran Pak Anas mulai muncul, ketika sang istri yang dihubungi sekitar pukul 21.00 WITA, tak menjawab telepon darinya.

Tak mau berputus asa, Pak Anas kembali mencoba menghubungi sang istri. Bukan lagi tak mendapatkan jawaban, namun telepon sang istri tak bisa lagi dihubungi.

“Awalnya saya pikir istri saya ketiduran. Berapa jam kemudian saya telepon ulang, sudah tidak aktif. Kemungkinan saat itu dia (istrinya) tersapu banjir,” tutur Pak Anas dengan mata berkaca-kaca.  

Kekhawatiran itu semakin diperkuat, saat keluarga Pak Anas yang berada di Tambarana, Kabupaten Poso menghubunginya via telepon, mengatakan bahwa rumah beserta harta benda miliknya telah tersapu banjir.

“Saya bilang ke sepupuku yang menelpon, bukan rumahku yang saya tanya, anak dan istriku ada atau tidak,” ujar Pak Anas.

Mendengar cerita Pak Anas, saya pun tertegun. Seolah merasakan apa yang dirasakannya, dan tak kuat melanjutkan pertanyaan. Namun, ia dengan tegar, meneruskan ceritanya seakan ingin membagi kesedihannya.  

Menurut Pak Anas, usai mendapatkan informasi itu, ia langsung menuju ke daratan. Tepat sekitar jam 12 malam, ia tiba di sana, dan tak lagi menemukan bekas rumahnya yang terletak di pesisir pantai Dususn II, Desa Torue. Begitupun keluarga kecil yang telah dibinanya selama empat tahun.

“Saya langsung mencari keberadaan istri dan anak saya, ke laut sampai jam 2 dini hari. Terus saya lanjut lagi sampai jam 6 pagi (Jum’at, 29 Juli 2022). Tapi saya tidak menemukan mereka sampai sekarang ini,” tutur Pak Anas.

Pak Anas mengaku, mulai tak nafsu makan, karena rasa pilu terus saja menyertainya. Ia berharap istri dan anaknya dapat segera ditemukan, meski tak lagi dalam keadaan hidup.

Ia ingin menguburkan jenazah keduanya dengan layak, sehingga semaktu-waktu dapat dikunjunginya untuk melepas rindu.

“Meskipun bantuan pencarian tim SAR nanti sudah selesai, tapi istri dan anak saya belum ditemukan, saya akan terus mencari. Sampai dapat, biar saya kuburkan. Supaya tempat peristrihatannya, bisa saya kunjungi dan bersihkan,” ungkapnya.

Pak Anas juga tetap memilih tinggal di Dusun II Desa Torue, meskipun membawa duka mendalam. Sebab, rumah yang belum genap sebulan ditempatinya itu, telah menyimpan banyak kenangan tentang anaknya Hafifa, dan istinya Sukasi.

“Sebelum tinggal di rumah yang hanyut itu, saya, istri dan anak tinggal di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Torue, pinjam salah satu bangunan di sana,” kata dia.     

Baca Juga : Korban Banjir Bandang di Parimo 10 Orang Meninggal, 3 diantaranya Hilang

Saya merasakan upaya tegar yang terus dibangun Pak Anas didirinya. Sebab, tak ada seorang pun yang mampu menolak musibah, termasuk saya.

Dari Pak Anas, saya belajar untuk tetap tenang menghadapi masalah, dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT sebagai pemilik alam semesta.

Saya berharap, tim SAR segera menemukan empat korban yang dinyatakan hilang terseret banjir. Serta seluruh keluarga korban diberikan kekuatan dan ketegaran menghadapi musiba tersebut.

Diketahui, tiga korban juga dinyatakan meninggal dunia akibat terseret banjir. 472 Kepala Keluarga (KK) atau 1.459 jiwa harus mengungsi, karena kehilangan tempat tinggal dan harta benda lainnya.

Komentar