PARIMO, theopini.id – Sekretaris Daerah (Sekda) Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, Zulfinasran Ahmad, meminta warga untuk pro aktif melaporkan kondisi ekonomi keluarganya kepada pemerintah kelurahan/desa, agar terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Kami sangat meyangkan sekali, kalau ada masyarakat miskin yang tidak terdaftar dalam DTKS. Itu berarti tidak ada pelaporan dari kepala desa. Namun, agar dapat bisa terdaftar dibutuhkan kerja sama, dan peran serta masyarakat,” ungkap Sekda, saat ditemui di Parigi, Kamis 17 Maret 2022.
Menurut dia, pada 1 April hingga 30 Juli 2022 nanti, akan dibuka kembali pelayana verifikasi dan validasi warga miskin agar terdaftar dalam DTKS.
Nantinya, yang terdaftar dalam DTKS tersebut akan mendapatkan pelayanan kesehatan gratis melalui pembiayaan APBN.
Sehingga, kesempatan ini dapat dimanfaatkan warga miskin, untuk melaporkan kondisi keluarganya kepada pemerintah desa/kelurahan.
“Tahun kemarin ekonomi Parimo menurun 4 persen karena pandemic Covid-19. Artinya ada masyararakat miskin baru yang terdampak akibat pandemi. Jadi harus masuk dalam pelayanan verifikasi dan validasi itu,” kata dia.
Dia menyebut, proses verifikasi dan validasi data dilakukan, karena pada 2021 masih juga ditemukan masyarakat yang menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) saat berobat. Padahal, proses pendataan warga miskin yang terdaftar dalam DTKS telah ada saat itu.
“Sekian puluh ribu data sudah masuk di DTKS, dan ada yang dibiayai oleh pemerintah daerah. Tetapi masih ada juga menunggunakan SKTM. Jadi siapa yang masuk DTKS, siapa yang gunakan SKTM, ini menjadi tanda tanya,” kata dia.
Zulfinasran menuturkan, dengan kondisi APBD yang terbatas saat ini, biaya kesehatan gratis bagi masyarakat miskin tidak memungkinan seluruhnya dapat dianggarkan pemerintah.
Ditambah lagi, saat ini beban pembiayaan Jaminan Persalinan (Jampersal) sementara waktu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
“Ketika ibu hamil ini tidak didata akan menjadi besar tanggungan daerah. Untuk pembiayaan operasi sesar menghabiskan dana Rp7 juta hingga Rp10 juta sekali persalinan,” ucapnya.
Dia berharap, perlu adanya dukungan semua pihak baik pengiat kesehatan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), untuk mendorong masyarakat miskin segera melakukan melaporkan kondisi keluarganya, ke pemerinta desa setempat.
“Jadi jangan sampai terjadi lagi seperti sebelumnya, nanti berobat baru ketahuan ternyata banyak warga yang tidak masuk DTKS. Akibatnya dinas tidak berani mengambil keputusan serta kebijakan, karena basis data menjadi syarat pembayar,” ujarnya.
Dia pun mengingatkan pemerintah desa, untuk benar-benar melakukan pendataan. Sebab, beban pembiayaan akan menjadi tanggung jawab pemerintah desa, jika masih ditemukan masyarakat miskin tidak terdaftar dalam DTKS .
“Kami telah melayangkan surat kepada pemerintah desa sebagai bagian dari pemerintahan, untuk ikut mensuskseskan hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Pemerintah desa yang mengetahui kondisi masyarakatnya,” tegasnya.
Komentar