PALU, theopini.id – Kuasa Hukum terdakwa Zulfinacri Achmad, Harun, SH menegaskan, dalam fakta persidangan kasus korupsi pengadaan lahan fiktif/mark up pada Bagian Pemerintahan Umum (PUM) Sekretariat Daerah (Setda) Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, di 2015-2016 tak menyebutkan kliennya bersalah.
“Kami keberatan atas putusan persidangan itu. Sebab menurut kita, berdasarkan fakta persidangan Pak Zulfinacri Achmadh harusnya tidak bersalah,” tegas Harun saat dihubungi di Palu, Sabtu 9 April 2022.
Menurut dia, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebutkan, adanya kegiatan pengadaan lahan fiktif dalam pembebasan lahan pada 2015-2016 di Kabupaten Parimo yang dilakukan Bagian PUM.
Namun, pada kenyataannya pengadaan tersebut bukan berada pada masa jabatan kliennya.
Kemudian, pemotongan harga, pembayaran ganti rugi lahan yang double. Namun, dalam fakta persidangan, tidak ada satu pun saksi yang menyebutkan kliennya, terlibat dalam kegiatan tersebut.
“Itu intinya. Jadi Pak Zulfinacri Achmad disebutkan bersalah dalam putusan persidangan pada Kamis 7 April 2022 yang menurut kami tidak berdasar dan tidak sesuai fakta persidangan,” tandasnya.
Dia juga menyebutkan, terkait uang sebesar Rp 2 miliar yang diserahkan kliennya beberapa waktu lalu.
Pada pembicaraan awal kata dia, dana tersebut adalah sebagai jaminan agar kliennya tidak ditahan di Rumah Tahanan (Rutan), bukan pengembalian atas kerugian negara.
“Karena memang saat itu beliau mau ditahan, makanya Pak Zulfinacri Achmad memberikan uang itu sebagai jaminan,” ungkapnya.
Bahkan, perlu diketahui bahwa memberikan jaminan kata dia, dibenarkan berdasarkan undang-undang.
Sementara tentang sumber dana Rp 2 miliar tersebut, bukan hasil kejahatan, rampasan dari rekening ataupun dari hasil setoran yang tidak sah.
Melainkan kata dia, diperoleh dari penjualan aset, bantuan saudara dan kolega yang ikut prihatin atas masalah yang dihadapi kliennya, dan telah diungkapkan di persidangan beserta bukti-buktinya.
“Mengenai sumber dan peruntukan uang sejumlah Rp 2 miliar itu sudah diungkapkan di depan hakim,” tekannya.
Sedangkan, soal surat tanah yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, bukan merupakan titipan klainnya. Melainkan terdakwa lain, yakni Rivani Makaramah dan Ahmad Riyanto.
“Dengan maksud keduanya (terdakwa lain) akan mengganti kerugian negara atas pembebasan lahan tersebut,” tuturnya.
Diketahui, Zulfinachri Achmad selaku pengarah Tim Pelaksana pengadaan tanah divonis pidana empat tahun penjara. Selain itu, dibebankan membayar denda Rp200 juta, subsider 4 bulan kurungan. Membayar uang pengganti Rp100 juta, subsider 6 bulan penjara.
Dua terdakwa lainnya Rivani Makaramah, Kasubag Pertanahan selaku Pejabat Pelaksana Tehnik Kegiatan (PPTK) dan Ahmad Rudianto Staf Sub Bagian Pertanahan pada Bagian Umum Setda Parimo selaku koordinator administrasi keuangan dan pertanahan tim pelaksana pengadaan tanah masing-masing divonis 4 tahun penjara.
Selain itu, membayar denda Rp200 juta, subsider 4 bulan kurungan, terhadap Rivani Makaramah membayar uang pengganti Rp300 juta, terhadap Ahmad Rudianto Rp334 juta, subsider masing-masing 6 bulan penjara.
“Menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan, melanggar pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke–1 KUH Pidana jo pasal 64 ayat (1) KUH Pidana,” bacaan vonis dikutip dari Media Alkhairat.
Vonis ini dibacakan masing-masing dalam berkas terpisah pada sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Chairil Anwar dan Ferry Marcus Justinus Sumlang, Bonifasius Nadya sebagai hakim anggota di Pengadilan Negeri Kelas 1 A PHI/Tipikor/Palu, Kamis.
Komentar