Mengulik Sederet Fakta Usulan dan Penetapan WPR hingga Terbitnya IPR di Parimo

PARIMO, theopini.idTerbitnya tiga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) di Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah menimbulkan rentetan pertanyaan.

Mendorong kemelitan, mulusnya IPR diterbitkan Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP) Sulawesi Tengah pada 8 Januari 2025.

Baca Juga: WPR Diusulkan 2021, Fadli Menilai Rancu dan Janggal

Merespon dugaan terbitnya IPR tidak sesuai prosedur dan mekanisme, karena absennya Surat Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (PKKPR) dari Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang dan Pertanahan (PUPRP) Parimo.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Manalagi, revisi Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2020-2040, mengakomodir WPR yang ditetapkan Kementerian Energi, Sumber Daya dan Mineral (ESDM) belum dilakukan DPRD Parimo.

Proses Usulan WPR yang Berujung Polemik

Jika mengulik perjalanan pengusulan WPR pada 2021, sangat disayangnya polemik hadir di ujung perjalanan, tepat ketika tiga IPR di Desa Buranga diterbitkan.

Padahal penetapan WPR hingga terbitnya IPR bermula dari surat Nomor: 504/1912/DIS.LH, tentang rekomendasi kesesuaian tata ruang dalam rangka kegiatan pertambangan, tertanggal 16 Juli 2021.

Rekomendasi yang diteken Bupati Parimo Samsurizal Tombolotutu pada masa itu, menindaklanjuti surat Gubernur Sulawesi Tengah H Longki Djanggola nomor: 540/490/DIS-ESDM/2015, perihal permintaan pengusulan lokasi dan bukti dukungan persyaratan WPR, tertanggal 8 Juni 2021.

Surat rekomendasi itu, memuat pernyataan menjamin kesesuaian tata ruang wilayah Kabupaten Parimo dalam rangka pertambangan rakyat telah sesuai dengan RTRW, sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Perda Nomor 5 tahun 2020.

Pada poin lainnya, menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang untuk rencana usulan WPR berada pada wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan sesuai dengan RTRW Kabupaten Parimo. 

Bahkan kabarnya terdapat beberapa lokasi WPR yang diusulkan. Selain Buranga, termuat pula Desa Air Panas, Kayuboko, Salubanga, Lemusa, Pelawa dan Bolano Lambunu. 

Namun faktanya pengusulan yang dilakukan pada 2021, berbeda dengan kawasan tambang emas yang satu tahun sebelumnya telah ditetapkan dalam Perda Nomor 5 tahun 2020 tentang RTRW 2020-2040.

Kawasan pertambangan dalam peraturan daerah Kabupaten Parimo ini, berlokasi di Kecamatan Kasimbar, Taopa dan Moutong. Artinya, tidak menyebutkan Ampibabo sebagai WPR.      

Terlepas dari rancu dan janggalnya rekomendasi tersebut, Gubernur Sulawesi Tengah, H Rusdy Mastura yang dilantik menggantikan H Longki Djanggola telah menindaklanjuti pengusulan WPR sesuai rekomendasi Bupati Parimo.

Rusdy Mastura mengajukan pengusulan dan bukti dukung persyaratan WPR ke Kementerian Energi, Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui surat nomor: 540/613/DIS-ESDM, tertanggal 22 Juli 2021.

Dari Penetapan hingga Terbitnya IPR di Desa Buranga

Serangkaian alur pengusulan lokasi WPR direspon positif, Menteri ESDM Arifin Tasrif menetapkan wilayah pertambangan Provinsi Sulawesi Tengah melalui surat keputusan nomor: 103.K/MB.01/MEM.B/2022, tertanggal 21 April 2022.

Hanya saja, proses pengurusan perizinan kegiatan pertambangan rakyat belum bisa dilakukan, meski Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM tersebut telah dikeluarkan. Terbitnya IPR masih harus melalui perjalangan yang cukup panjang.

Setelah beberapa tahun berlalu, barulah Menteri ESDM Arifin Tasrif mengeluarkan keputusan Nomor: 150.K/MB.01/MEM.D/2024, tentang dokumen Pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat Provinsi Sulawesi Tengah, pada 16 Juni 2024.

Menteri ESDM menetapkan dokumen pengelolaan Wilayah Pertambangan Rakyat Provinsi Sulawesi Tengah terdiri atas:

a. Dua blok pada Kabupaten Buol

b. Tiga blok pada Kabupaten Parimo

c. Satu blok pada Kabupaten Tolitoli

Tiga blok WPR Kabupaten Parimo yang dimaksud, yakni Desa Buranga, Kecamatan Ampibabo, Desa Air Panas dan Kayuboko, Kecamatan Parigi Barat.

Usai penetapan dokumen pengelolaan WPR, Menteri ESDM kembali menerbitkan Keputusan Nomor: 174.K/MB.01/MEM.B/2024 tentang Pedomen Penyelenggaraan Izin Pertambangan Rakyat, tertanggal 25 Juli 2024.

Makanya tak heran, terdapat 30 koperasi produsen yang mendadak berdiri dan tersebar di sekitar tiga desa WPR, yakni Buranga dan Ampibano Kecamatan Ampibabo, Air Panas dan Kayuboko Kecamatan Parigi Barat, dan Olaya Kecamatan sebagai salah satu syarat pengurusan IPR.

Tiga Koperasi Produsen yang Mengantongi IPR di Desa Buranga

Tetapi yang menjadi polemik, entah proses permohonan pengurusan IPR 30 koperasi diajukan secara bersamaan atau tidak, tiga koperasi di Desa Buranga telah lebih dulu mengantongi izin pertambangan rakyat. 

Salah satu koperasi pemegang IPR, kabarnya telah didirikan di Desa Buranga sejak 2021, di tengah proses pengusulan hingga penetapan WPR.

Koperasi tersebut, yakni Buranga Baru Indah Mandiri dengan nomor Badan Hukum AHU-0010329.AH.01.29 tahun 2021, diketuai I Ketut Sumada.

Sosialisasi pembukaan kegiatan tambang rakyat di Desa Buranga, pada 4 Februari 2025. (Foto: theopini.id)

Pendirian koperasi Buranga Baru Indah Mandiri sejak 2021 ini, dibenarkan Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DisKopUKM) Parimo saat menghadiri sosialisasi persiapan pembukaan kegiatan tambang rakyat di Dusun V Desa Buranga, pada 4 Februari 2025.

Namun pantauan media ini, plang nama yang memuat nomor Badan Hukum koperasi Buranga Baru Indah Mandiri berbeda dengan dokumen administrasi pengusulan IPR.

Plang nama koperasi Buranga Baru Indah Mandiri yang terpasang di lokasi kegiatan pertambangan tersebut, memuat nomor Badan Hukum: AHU-0001662.AH.01.36 Tahun 2023.

Sementara, dua koperasi produsen lainnya yang pemiliki IPR berdiri pada 2024, yakni Sina Maju Bersaudara dengan nomor Badan Hukum: AHU-0002364.AH.01.29 tahun 2024, diketuai Karman.

Selanjutnya, Sina Jaya Mandiri dengan nomor Badan Hukum: AHU-0002361.AH.01.29 tahun 2024, yang diketuai Idrus Tjoli. 

Proses mulus bebas hambatan ini, pun disinyalir digunakan tujuh koperasi yang tersebar di Desa Buranga dan Ampibabo dalam proses pengajuan permohonan IPR di Dinas PMPTSP Sulawesi Tengah.

Hal itu, diperkuat Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah yang menyatakan penyusunan dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) ketujuh koperasi telah tuntas dibahas, dan memasuki tahapan pembahasan blok.

Secara otomatis, pemrakarsa akan mengantongi Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PKPLH) sebagai syarat terbitnya izin yang telah diajukan.

Sehingga dapat dipastikan, terbitnya ketujuh IPR tanpa dukungan surat PKKPR dari Bidang Tata Ruang Dinas PUPRP Parimo.

Sikap Pemda Parimo Atas Permohonan hingga Terbitnya IPR

Dalam menindaklanjuti pengajuan permohonan tiga IPR, sebenarnya Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah tak mengabaikan keberadaan Pemda Parimo.

Sebab, dalam berbagai tahapan proses pembahasan dokumen kelengkapan IPR, sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait di jajaran Pemda Parimo diundang untuk dilibatkan.

Tetapi, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas PUPRP Parimo tak berkenan hadir. Salah satu penyebabnya, diduga karena perbedaan persepsi atas pengurusan PKKPR secara manual.

Alasan lainnya pun mendasar, WPR yang ditetapkan belum terakomodir dalam Perda Nomor 5 tahun 2020 tentang RTRW 2020-2040.

Tak hanya itu, Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah pun sempat melayangkan surat ke Pemda Parimo untuk mengklarifikasi keberadaan 30 koperasi di Kabupaten Parimo. Termasuk tiga koperasi yang saat ini telah mengantongi IPR di Desa Buranga.

Pada 30 November 2024, Pj Bupati Parimo Richard Arnaldo menindaklanjuti permintaan klarifikasi Dinas ESDM Sulawesi Tengah, melalui surat berlogo burung garuda Nomor: 500.3.2.1/11.648/DISKOP dan UKM.

Ihwal surat tersebut, meminta Dinas ESDM Sulawesi Tengah menunda sementara proses pengajuan IPR oleh 30 koperasi di Kabupaten Parimo.

Terdapat beberapa poin penjelasan yang termuat dalam surat tersebut, sebagai alasan permintaan penundaan sementara proses pengajuan IPR.

Di antaranya, pembentukan koperasi baru di tiga desa WPR tanpa sepengetahuna Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (DisKopUKM) Parimo.

Meskipun permintaan penundaan sementara pengajuan IPR telah dilakukan, namun tetap saja tiga IPR telah diterbitkan pada 8 Januari 2025.

Belakangan diketahui, Pemda Parimo telah menerbitkan surat keterangan yang terkesan menganulir permohonan penundaan sementara proses pengajuan IPR.

Surat keterangan tersebut, berlogo DisKopUKM Parimo Nomor: 500.3/2110/Bid.Kelebm.Peng, tertanggal 17 Desember 2024.  

Salah satu poinnya, menyatakan kelembagaan dan manajemen koperasi telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: RDP Komisi II DPRD Parimo Membahas Terbitnya IPR Berlangsung Alot

Dengan deretan fakta sejak 2021 hingga saat ini, terbitnya tiga IPR di Desa Buranga menunjukkan adanya ketidaksesuaian dalam prosedur perizinan, terutama aspek tata ruang.

Kejanggalan administratif serta perbedaan kebijakan antara Pemda Parimo dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah semakin memperjelas, polemik ini masih jauh dari kata selesai.

Apalagi, DPRD Parimo masih mempersoalkan penetapan tiga WPR karena wilayah tersebut, masuk kawasan perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 4 tahun 2023 tentang perubahan atas Perda Nomor 2 tahun 2021.

Komentar