PARIMO, theopini.id – Aktivitas tambang emas ilegal di Desa Lobu, di Kecamatan Moutong, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, dinilai berdampak pada kerusakan lingkungan sekaligus kesehatan masyarakat.
Sebagian hutan kini berubah menjadi jalan tambang, aliran sungai keruh bercampur lumpur, sementara perbukitan dipenuhi kubangan bekas galian. Genangan air yang ditinggalkan tambang dikhawatirkan menjadi tempat berkembang biak nyamuk penyebab malaria.
Baca Juga: Tambang Ilegal Moutong: Pemodal Untung, Warga Terancam Malaria dan Bencana
Kasus Malaria Meningkat, Moutong Jadi Episentrum
Lonjakan kasus malaria di Kecamatan Moutong mulai terdeteksi pada Juli 2025, ketika 24 warga terinfeksi.
Jumlah itu, sempat menurun setelah adanya intervensi medis, namun tidak bertahan lama.
Dalam dua bulan berikutnya, kasus terus bertambah hingga mencapai 183 di seluruh Kabupaten Parimo, dengan Moutong menjadi pusat penularan.
Lebih dari seratus kasus baru muncul di desa-desa yang berdekatan dengan lokasi tambang. Kubangan galian yang terisi air hujan diduga kuat menjadi habitat nyamuk malaria.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat hingga 2 September 2025 terdapat 183 kasus baru malaria. Dalam surat edaran tertanggal 26 Agustus 2025, Bupati H Erwin Burase menegaskan, dari 116 kasus yang dilaporkan, 105 di antaranya berasal dari sekitar tambang ilegal di Kecamatan Moutong.
Perkembangan terbaru per 11 September 2025, Dinkes Parimo mencatat jumlah kasus malaria di Kecamatan Moutong saja mencapai 128.
Situasi ini, membuat pemerintah menetapkan status siaga darurat kejadian luar biasa (KLB) malaria melalui SK Bupati Nomor: 300.2.2/809/BPBD. Status tersebut berlaku di lima kecamatan terdampak, Sausu, Moutong, Bolano Lambunu, Taopa, dan Kasimbar dan dapat diperpanjang sesuai kondisi lapangan.
Pemerintah dan Polisi Bergerak Hentikan Tambang Ilegal
Lonjakan kasus malaria memperkuat dugaan adanya keterkaitan dengan maraknya aktivitas tambang ilegal di Desa Lobu, Kecamatan Moutong. Aktivitas tersebut diduga melibatkan pemodal lokal maupun dari luar daerah.
Sumber theopini.id menyebut sejumlah nama yang beredar di kalangan warga, berinisial NWR, RL alias Om JL, H ED, dan MT. Lokasi tambang tersebar di Bengka, Tagena, Nasalane, hingga Lemo.
Menanggapi hal itu, Kapolsek Moutong, AKP Felix Alvon Sodale, mengatakan pihaknya belum menerima informasi detail mengenai nama-nama pemodal yang disebut masyarakat.
“Nama-nama tadi akan menjadi catatan kami untuk dikoordinasikan lebih lanjut. Saya baru sebulan bertugas di sini, jadi masih tahap membangun komunikasi dengan tokoh masyarakat, agama, dan pemuda. Namun kami tidak menutup kemungkinan turun langsung ke lokasi,” ujarnya melalui sambungan telepon, Kamis, 11 September 2025.
Felix menegaskan, kepolisian berkomitmen menindaklanjuti surat edaran Bupati Parimo tertanggal 26 Agustus 2025, yang melarang aktivitas tambang, perikanan, dan penebangan ilegal.
Dalam pertemuan dengan camat serta kepala desa, ia menekankan agar larangan tersebut diteruskan hingga tingkat desa.
“Jadi kami menunggu langkah kepala desa menyampaikan isi surat edaran Bupati kepada para penambang di wilayahnya,” jelasnya.
Ia memastikan, Polsek Moutong akan terus berkoordinasi dengan camat, kepala desa, dan instansi terkait agar aktivitas tambang ilegal benar-benar dihentikan demi memulihkan lingkungan sekaligus melindungi kesehatan warga.
Tambang Ilegal Jadi Ancaman Serius
Kasus malaria yang meningkat tajam di Kecamatan Moutong hanyalah salah satu bukti nyata dampak aktivitas tambang emas ilegal. Selain merusak hutan dan mencemari sungai, tambang ini juga menciptakan kubangan yang menjadi sarang penyakit.
Baca Juga: Polisi Selidiki Longsornya Lokasi PETI Lobu yang Tewaskan 5 Penambang
Tambang emas ilegal, bahkan pernah memakan korban jiwa, ketika longsor di Desa Lobu menewaskan enam orang pada Februari 2023.
Dari kubangan bekas galian hingga lonjakan kasus malaria, tambang ilegal di Moutong telah menjelma menjadi ancaman serius bagi masyarakat.
Baca berita lainnya di Google News
Komentar