Theopini.id – Berdasarkan catatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), di Pulau Sulawesi saat ini setidaknya telah terbit 295 Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas nikel, terbagi di tiga provinsi yakni, di Sulawesi Selatan, Tengah, dan Tenggara.
“Keseluruhan konsesi pertambangan dengan komoditas nikel, menguasai 690.442 hektare lahan atau sama dengan 67,4 persen dari total luas tutupan hutan hasil klasifikasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang berada di tiga provinsi, ” papar Direktur Walhi Sulawesi Selatan, Muhammad Al-Amin secara virtual, dikutip dari CNNIndonesia, Senin, 27 Desember 2021.
Dia menyebutkan, masifnya pemberian izin bagi perusahaan tambang, khususnya pertambangan nikel di Pulau Sulawesi itu, menimbulkan kerusakan hutan atau deforestasi, hingga pencemaran di pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.
Parahnya lagi, kebutuhan akan lahan yang luas dari industri pertambangan nikel ini pun, dipermudah oleh pemerintah.
“Indonesia dengan memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan, baik di kawasan hutan produksi hingga kawasan hutan lindung yang selama ini terus dijaga kelestariannya oleh masyarakat adat dan lokal,” kata Amin.
Berdasarkan kajian Walhi Region Sulawesi, Amin menjelaskan, di Pulau Sulawesi terdapat 74 izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan seluas 48.621,98 hektare.
Sementara di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan, telah diterbitkan tiga IPPKH kepada tiga perusahaan tambang nikel oleh kementerian lingkungan hidup, dan kehutanan RI, seluas 9.711,77 hektare.
“Kebutuhan akan lahan yang luas dari industri pertambangan, khususnya nikel di Sulawesi harus mengorbankan hutan yang sangat luas,” ungkapnya.
Tentu hal tersebut kata dia, sama dengan pemerintah mengorbankan fungsi ekosistem hutan yang sangat besar dan esensial bagi masyarakat, hanya untuk mempermudah pemilik modal atau perusahaan tambang mengeksploitasi nikel di Sulawesi, dan meraup keuntungan fantastis.
Walhi juga mencatat aktivitas pertambangan nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan dalam satu dekade terakhir mendorong deforestasi yang sangat luas, pada wilayah-wilayah dalam zona lingkar tambang.
Amin menyebutkan, dalam rentan waktu sejak 2016 hingga 2020 perubahan tutupan hutan lahan kering primer pada wilayah konsesi pertambangan di Luwu Timur, telah berkurang sebesar 782,30 hektar.
“Perusakan kawasan hutan tidak berhenti sebatas penurunan tutupan hutan primer. Meski telah dilindungi oleh undang-undang, masyarakat adat, tapi deforestasi akibat penambangan nikel kian meluas dari tahun ke tahun,” imbuhnya.***
Komentar