PALU, theopini.id – Front Rakyat Advokasi Sawit (FRAS) menilai Pemerintah Sulawesi Tengah gagal memberikan perlindungan kepada rakyat, dalam pembubaran aksi unjuk rasa tolak tambang yang mengakibatkan warga di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) terkena tembakan.
“Apa yang terjadi terhadap Erfaldi (21), membuat kami berduka. Saya anggap pemerintah gagal melindungi masyarakat, sampai harus mengalami sedemikian rupa,” ungkap Koodinator FRAS Sulawesi Tengah, Eva Bande, saat dihubungi di Palu, Senin 14 Februari 2022.
Dia menyebut, dalam berbagai catatan peristiwa konflik agraria di Sulawesi Tengah, masyarakat yang memperjuangkan hak-haknya, selalu menjadi korban.
Menurutnya, apa yang dilakukan oleh masyarakat di Parimo, berkaitan dengan persoalan hak dan ruang hidup rakyat, tidak berkaitan dengan persoalan politik atau lainnya.
Seharusnya, dalam pembubaran unjuk rasa tersebut bukan hanya melihat semaca-mata tindakan penutupan jalan Trans Sulawesi, namun penyebab dari permasalahan tersebut.
“Lagi pula ini kan persoalan sudah ada janji yang membuat masyarakat menuntut itu,” ujarnya.
Dia menilai, apa yang terjadi saat itu merupakan akumulasi dari berbagai konflik agraria di Sulawesi Tengah yang kian menumpuk.
Persoalan itu kata dia, bukan hanya di Parimo, namun di juga terjadi di kabupaten lain seperti Banggai, Morowali, dan Buol.
Kepemimpinan baru H. Rusdy Mastura, sebenarnya membawa angin segara bagi pemerintah agar mempriotitaskan menyelesaikan sengketa antara rakyat, negara dan korporasi.
Ditambah lagi, dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo memprogramkan penyelesaian konflik agrarian secara nasional.
“Sehingga, pemerintah Sulawesi Tengah seharusnya melakukan langkah penyelesaian tersebut,” ujar Eva.
Eva menuturkan, pemerintah harus segera membentuk tim penyelesaian konflik agraria di Sulawesi Tengah, sehingga ada langkah sistematis yang dilakukan.
Langkah tersebut lanjutnya, akan menimbulkan rasa keadilan, karena masyarakat menginginkan aspirasi mereka didengarkan, dan dikembalikan hak-haknya oleh pemerintah.
“Pemerintah harus menyelesaikan konflik agrarian dengan waktu sesingkat-singkatnya setelah peristiwa ini. Sehingga, persoalan di sektor tambang, maupun perkebunan karena saat ini juga terjadi perampasan tanah dan kriminalisasi,” tandasnya.
Dia pun menuntut, kepolisian untuk bertanggungjawab atas apa yang dilakukan terhadap masyarakat sipil. Bahkan, meminta Kapolres Parimo dicopot dari jabatannya.
“Ini peristiwa kelam dalam kasus HAM. Ini bukan perkara main-main, sehingga harus ada langkah yang tidak biasa, karena menurut saya ini konflik yang luar biasa,” pungkasnya.
Laporan : Novita Ramadhan
Komentar